Dokter Theresa Rossouw sudah lama berperang melawan HIV di Afrika Selatan. Ia mengatakan, obat-obatan yang pernah berkerja dengan sangat baik, kini mulai tidak bereaksi. Hal tersebut kini muncul di Sahara Afrika yaitu tempat dimana hampir dua-pertiga penderita AIDS dunia berada, sekitar 33 juta orang menderita HIV.
Sepuluh tahun yang lalu, antara 1% sampai 5% pasien HIV, resisten terhadap obat HIV. Sekarang, jumlahnya meningkat antara 5% sampai 30% pasien baru sudah resisten terhadap obat-obatan, demikian dilansir AP (29/12).
Rossouw memonitor darah semua orang di klinik untuk mengetahui perubahan yang terjadi di dalam virus. Hasilnya ia akan tahu apakah mereka kehilangan potensi terhadap obat-obatan atau tidak. Sedangkan pPraktek tenaga medis swasta kecil atau di negara-negara miskin seperti Malawi, belum memiliki alat untuk memeriksa berapa banyak virus HIV yang ada di dalam tubuh.
Afrika Selatan mulai menawarkan pengobatan HIV gratis sejak enam tahun yang lalu. Namun virus HIV di Afrika sangat tak kenal ampun, jika terlambat minum obat, virus dengan cepatnya beradaptasi dan resisten terhadap obat. Sedangkan obat-obatan yang tersedia di Afrika Selatan sangat terbatas.
“Penyakit ini telah bermutasi sebagai tanggapan terhadap penyalahgunaan obat-obatan yang justru seharusnya untuk menyelamatkan kita,” kata Rossouw. PBB memperkirakan sekitar $ 25 miliar biaya yang diperlukan untuk memerangi AIDS di seluruh dunia pada tahun 2010, tapi mungkin hanya setengah dari jumlah itu yang akan tersedia.(AYB)
sumber : liputan 6
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments
Posting Komentar